snow

Selasa, 04 November 2014

Hilang, mati (Part 4)

Part 4


Entah apa yg ada dalam benak Bara, sore itu ia duduk sendiri di depan TV, ia tak mempedulikan acara TV kala itu, ia hanya terlihat bingung dengan pandangan kosong. Ia memikirkan masa depannya dengan Zahwa, tapi di sisi lain ia tau bahwa orang tua Zahwa tak pernah menerimanya, apa jadinya bila ia harus melepaskannya? "karena tanpamu aku berantakan" itu adalah kata2 Bara yang dikutip dari omongan Raditya Dika. Benar adanya ketika Bara mencoba menjauh dari Zahwa ia tak bisa berbuat apa-apa. Segalanya menjadi berantakan, penampilan tak karuan, hidupnya menjadi tak ada semangat lagi dan banyak hal kecil yang biasanya Zahwa yang memperhatikan tapi dikala tak ada perhatian Zahwa maka semuanya menjadi tidak terurus.
Bara kini menyadari keberadaan Zahwa memang sangat berpengaruh dalam hidupnya.

Bara mencoba memutar otak berusaha mencari cara untuk meluluhkan hati orang tua Zahwa. Bara berusaha menceritakan masalahnya pada ayahnya, mungkin saja bisa menemukan titik terang. Setidaknya ayahnya pernah mengalami masa-masa di usia Bara. Sederet cerita telah Bara ungkapkan, 
"kau serius dengannya kah?" pertanyaan itu terlontar dari ayahnya, 
"serius yah, seusiaku kini mana mungkin masih berfikiran untuk main-main" sahut Bara. 
"Datangi rumahnya, bilang sama orangtuanya. Katakan bahwa kau benar-benar serius" Ayahnya menambahkan. 
"Tapi orangtuanya tak penah setuju dengan hubungan kami yah, dengan berbagai alasan pasti mereka akan menolaknya" timpal Bara. 
"Memangnya kapan kau pernah menemui orangtuanya? Kau dianggap tak sopan karena hanya bertemu dengan anaknya di luar sana. Kau coba sajalah dulu baru kau komentar. Orang tua mana yg setuju jika anak perempuannya pergi tanpa pamit dengan siapa ia pergi. Beda dengan kau, kau laki-laki, ayah setuju-setuju saja kau pergi dengan siapa". Ayah Bara mencoba meyakinkan. 
Bara hanya mengangguk diam dan sedikit ragu. 
"Hei Bara, untuk apa kau masih galau begitu? Apa kau meragukan ayahmu ini?", 
"hmmm, tidak ayah, Bara hanya belum ada nyali untuk itu", 
"haduh, kau ini bagaimana, apa pernah ayah mengajarimu untuk tak bernyali begitu, yasudah terserah kau saja mau bagaimana. Kumpulkan saja dulu nyalimu. hahahahaa" Ayahnya berkata sambil berlalu keluar ruangan. Bara mendapat sedikit ketenangan.

Tujuh dua kosong, tiga angka belakang yg tak pernah Zahwa lupakan, nomor itu memang tak pernah ia simpan tapi ia hafal dari depan, sebaliknya pula dengan Bara. Detik itu nomor itu menelephone Zahwa, hari itu Zahwa agak kurang respect sama Bara. Tiga kali menelephone Zahwa sama sekali belum mengangkatnya, Bara tak putus asa ia masih mencoba menghubunginya. Kali ini "tuuut...tuuuut...Hallo, apa?" Zahwa dengan ogah2an menjawab telponnya. Bara cemas "Kenapa ketus? ada masalah?" kejar Bara,
  "Enggak, lagi bete aja"
 "Bete kenapa?"
 "Gapapa, udah dulu yaa. Daaah"

 "......kamu bete sama a.... tut..tut..tut..." belum selesai bicara tlpn sudah terputus, Bara geram, wajahnya memerah.
"Arrrrrrgggggghhhhhhhhhh, apa2an ini" dia masih memandang HPnya dan "Praaakkkk" seketika HP itu dibantingnya ke lantai, ia memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Masih tak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Zahwa. Tanpa pikir panjang ia pergi meninggalkan ruang TV dan keluar dengan sepeda motornya.

10 menit kemudian....
"Assalamu'alaikum" Dira menyapa dari luar rumah dan masuk lewat pintu samping yang terbuka dan posisi TV masih menyala dan "Astaghfirulloh.... kenapa berantakan begini?" celetuk Dira sambil memunguti serpihan HP milik kakaknya itu, dikumpulkannya dan diletakkan di meja TV. Ia paham pasti Kakak lelakinya itu tengah punya masalah atau bisa jadi ribut dengan kekasihnya. Ia mencari ke setiap sudut ruang di rumahnya tapi tak ia temukan sosok sperti kakanya itu. "ah, pasti kakak pergi ke sungai" Dira berkata dalam hatinya.
Yah, kakaknya itu memang suka dengan air, setiap kali ia ada masalah pasti ia bicara dengan air di sungai. Mungkin itu bisa membuatnya tenang.



#BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar