snow

Rabu, 17 September 2014

Ascaris Lumbricoides



Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing nematoda intestinalis dengan ukuran terbesar yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan kelembaban cukup tinggi.
 
Morfologi Ascaris Lumbricoides

Cacing Ascaris lumbricoides mempunyai bentuk tubuh silindris dengan ujung anterior lancip. Bagian anteriornya dilengkapi tiga bibir (triplet) yang tumbuh dengan sempurna. Cacing betina panjangnya 20-35 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm. Pada cacing jantan, ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dan dilengkapi pepil kecil serta dua buah spekulum berukuran 2 mm. Cacing betina posteriornya membulat dan lurus, dan sepertiga bagian anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula bergaris halus.
Telur cacing ini memiliki empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertrilized), tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi berukuran 60 x 45 mikron dengan dua lapis dinding tebal. Lapisan luar terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Sel telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang dibuahi ukurannya 90 x 40 mikron, dengan dinding luar yang lebih tipis. Isi telur berupa massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah ±3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi, namun lapisan luar yaitu albuminoid sudah hilang.

Daur Hidup Ascaris Lumbricoides

     Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris lumbricoides berkembang dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi pada suhu 25°-30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, sampai di usus halus, dan menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Daur Hidup Ascaris Lumbricoides

Gejala Askariasis

Patogenesisnya berhubungan erat dengan respon umum hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Jika larva mengalami siklus dalam jumlah besar,dapat menimbulkan pneumonitis. Jika larva menembus jaringan dan masuk ke dalam alveoli, dapat mengakibatkan kerusakan epitel bronkus. Apabila terjadi reinfeksi dan migrasi larva ulang, walaupun jumlah larva sedikit, tetap dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat yang terjadi di hati dan paru-paru disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel-sel epitel. Keadaan ini disebut pneumonitis ascaris. Selanjutnya timbul reaksi alergi seperti batuk kering, dan demam (39,9oC – 40oC).
Cacing dewasa yang ditemukan dalam jumlah besar (hiperinfeksi) dapat mengakibatkan kekurangan gizi pada anak-anak. Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti urtikaria, edema pada wajah, konjungtivitis, dan iritasi alat pernafasan bagian atas.
Kadang-kadang cacing dewasa bermigrasi akibat adanya rangsangan dan menimbulkan kelainan yang serius. Efek migrasi juga dapat menimbulkan obstruksi usus, masuk ke dalam saluran empedu, saluran pankreas, dan organ-organ lainnya. Migrasi juga sering terjadi keluar melalui anus, mulut, bahkan hidung.

Diagnosis Askariasis

Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva dalam spudium atau bilas lambung. Selama fase intestinal, diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dan cacing dewasa dalam tinja.

Epidemiologi Askariasis

Di Indonesia prevalensi askariasis termasuk cukup tinggi, terutama terjadi pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%.

Pencegahan Askariasis

1. Pencegahan Primer
  • Melakukan promosi kesehatan yaitu pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai  lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun. Juga peyuluhan tentang pentingnya buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun untuk menghindari penyebaran dan penyakit ini.
  • Proteksi spesifik dengan melakukan pengobatan massal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.
2. Pencegahan Sekunder
  • Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena penyakit askariasis ini.
  • Mengobati dengan tepat penderita askariasis
3. Pencegahan Tersier
  • Membatasi ketidakmampuan penderita askariasis dengan memberikan pengobatan pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal, Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan operasi pembedahan apabila pengobatan secara oral sudah tidak memungkinkan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar